SAMARINDA. Pengemis cacat di Kota Samarinda mudah sekali ditemukan. Namun diakui Asisten III Sekretariat Kota (Setkot) Samarinda, Diwansyah, mereka bukanlah warga lokal tetapi pendatang.
"Mereka yang cacat sengaja didatangkan ke Samarinda untuk menjadi ladang penghasilan dari pekerjaan mengemis. Dengan memasang mereka, oknum yang menjadi koordinator akan lebih mudah meraup uang sebanyak-banyaknya," ujar Diwansyah kepada Sapos kemarin siang.
Ia menjelaskan, warga Samarinda yang memiliki kekurangan tersebut sudah diberi keterampilan agar dapat disamakan dengan orang yang bertubuh lengkap pada umumnya. Karena sudah tergabung dalam sebuah organisasi yang disebut Yayasan Kesejahteraan Tuna Rungu Bina Cita Kota Samarinda. "Lihat saja, para penyandang cacat yang berasal dari lokal, mereka memiliki keterampilan yang tak kalah hebat dengan warga umumnya. Bahkan sebagian dari mereka justru telah bekerja dan juga membuka usaha sendiri," katanya.
Sehingga ia menilai, tidak patut bagi warga Samarinda untuk memberikan uang kepada pengemis kendati bertubuh cacat. Dengan tindakan seperti itu sebenarnya bukan menyadarkan atau menjadikan mereka agar mau bekerja. Tapi malah menjadikan kebiasaan malas. "Bagaimana pengemis dari luar tidak berdatangan, kalau memberi uang Rp1.000 per orang. Sedangkan di luar daerah mereka hanya mendapat Rp100. Makanya para koordinatornya memanfaatkan peluang ini," ungkapnya.
Karena itu Pemkot akan lebih maksimal untuk mensosialisasikan kepada masyarakat untuk tidak memberikan uang kepada pengemis. Apalagi dalam perda yang baru nantinya, memberi uang kepada pengemis akan didenda Rp25 juta. "Memang ini masih rancangan dan nantinya akan dikaji lagi oleh DPRD. Tapi bersamaan dengan itu, kami akan mensosialisasikan kepada masyarakat agar Kota Samarinda bersih dari sikap mengemis," terangnya.
Keberadaan penyandang cacat maupun yang bertubuh lengkap yang menggantungkan diri hanya untuk mengemis, disebabkan memang adanya aksi koordinator. Pemkot sudah memburu para koordinator dan pemimpin tertinggi dalam kasus sosial ini. "Kepala Dinas Kesejahteraan Sosial Samarinda (Sulaiman Sade), tadi (kemarin, Red) sudah menghadap saya. Disebutkan kalau mereka yang mengeksploitasi pengemis sudah menjadi target operasi Pemkot, dan tidak lama lagi ditangkap," tambahnya.
Sedangkan terkait oknum Pemkot yang terlibat, ia mengaku akan diberi sanksi tegas. "Jika pemeriksaan selesai dan terbukti benar, maka yang bersangkutan minimal akan dimutasi," paparnya.(air)
Rabu, 10 Maret 2010
Pimpinan Tertinggi Pengemis Terendus, Raup " Rp39 Juta Per Bulan
SAMARINDA. Wajar jika selama ini keberadaan pengemis kian marak dan tak kunjung tuntas diselesaikan. Diduga kuat, ada mata rantai yang tak hanya melibatkan koordinator pengemis saja yang membuat para pelakunya begitu kuat. Tapi ada juga oknum Satpol PP dan Dinas Kesejahteraan Sosial (Dinkessos) Kota Samarinda yang ikut bermain di dalamnya.
Dari informasi yang diperoleh media ini menyebutkan, ada ratusan pengemis beroperasi di Kota Samarinda. Mereka mencari uang di sejumlah tempat keramaian seperti persimpangan jalan, masjid, pasar dan rumah ke rumah. Mereka bekerja dari pagi hingga sore hari, bahkan malam hari.
Penghasilan mereka sehari rata-rata Rp100 ribu hingga Rp250 ribu. Dari penghasilan itu, mereka harus menyetor dengan pembagian 70 persen untuk koordinatornya dan 30 persen untuk mereka. Makanya ada saja pengemis yang ngotot mencari uang hingga tengah malam dan biasanya mudah ditemui di depan sejumlah tempat hiburan malam (THM) menunggu para pengunjungnya pulang.
Sementara para koordinatornya bertugas sebagai manajernya karena telah menyediakan tempat tinggal dan juga bertanggungjawab atas keamanan mereka selama berada di Kota Samarinda.
Usut diusut, ternyata para manajer itu ternyata juga memiliki atasan. Sebut saja general manager (GM). Pimpinan tertinggi ini, rupanya hanya seorang saja di Kota Samarinda. Ia yang memberikan keamanan kepada para koordinator pengemis agar tidak ditangkap oleh aparat penegak perda yakni Satpol PP Kota Samarinda.
GM itu memberikan syarat, para koordinator harus menyetorkan secara rutin kepadanya setiap bulan Rp150 ribu untuk setiap pengemis. Harga ini baru saja naik. Mulanya hanya Rp100 ribu yang berlaku sudah lebih 5 tahun lalu.
Hitung saja, jika mengambil data Satpol PP bahwa jumlah pengemis di kota ini ada 260 orang, maka total setoran yang diterima GM itu mencapai Rp39 juta per bulan. Bagaimana bisa Si GM memberikan jaminan agar tidak dirazia Satpol PP ?
Ternyata, ia telah menjalin perjanjian dengan seseorang yang kini masih memegang jabatan penting di Satpol PP Kota Samarinda. Oknum aparat ini menjanjikan bagi para koordinator pengemis yang telah membayar kepadanya, maka anggotanya di lapangan akan terlepas dari razia. Karena akan selalu diberikan informasi kalau ada operasi. Namun belum diketahui berapa besaran yang diberikan General Manager kepada Satpol PP itu.
Informasi ini pun dibenarkan salah seorang mantan koordinator pengemis berinisial At. Ia membeberkan, kalau orang yang menjadi General Manager pengemis di Samarinda itu berinisial Ai. Ia disebut-sebut juga beraktivitas di Lokalisasi Solong Durian, Samarinda Utara sebagai mucikari. Karena punya jaminan, Ai kerap menyuruh para koordinator pengemis untuk membawa anggotanya sebanyak-banyaknya ke Kota Samarinda.
"Saya pernah kerja dengan dia (Ai, Red) pada 2004 lalu. Jadi kalau mau tidak kena razia, maka harus menyetor setiap bulan kepadanya Rp100 ribu per orang. Tapi sekarang naik menjadi Rp150 ribu per orang," ujarnya.
Ia menjelaskan dalam aksi itu, Ai hanya bekerja sama dengan oknum Satpol PP Kota Samarinda berinisial Hs. Setoran yang telah dipegang Ai akan diambil oleh Hs setiap sebulan sekali di rumah Ai.
"Tapi kami tidak tahu kepada siapa lagi dia (Hs, Red) menyetorkan uang itu. Tahunya orang Satpol PP itu cuma Hs saja," terangnya.
Dari kerja sama itu, ia menilai sebenarnya oknum Satpol PP tersebut telah dikerjai Ai. "Karena dari penerimaan uang setoran para koordinator pengemis, paling banyak dipegangnya dibandingkan Hs selaku aparat yang menertibkan," ungkapnya.
Terkait oknum aparat yang terlibat dalam pungutan itu ternyata telah diketahui juga oleh Kepala Satpol PP Kota Samarinda Drs HA Rijani SH Msi. Ia mengaku informasi itu pun telah didengar Walikota Samarinda Drs H Achmad Amins MM dan Wakil Walikota H Syaharie Jaang SH Msi.
"Tapi kami harus memastikan dulu keabsahan informasi ini. Jika benar, maka jelas pemeriksaan pun akan diberikan kepada oknum ini," tegasnya.
Rijani menerangkan, dalam aksi itu diduga kuat tidak hanya dilakukan seorang oknum personel tetapi juga melibatkan beberapa oknum personel lainnya. Bahkan, bukan hanya dari institusinya saja, tapi disebutkan juga ada keterlibatan pegawai dari instansi yang terkait dalam penanganan pengemis, yakni Dinkessos Kota Samarinda.
"Kasus ini pun sudah kami selidiki bahkan bersama Poltabes Samarinda," paparnya.
Dari informasi yang diperoleh media ini menyebutkan, ada ratusan pengemis beroperasi di Kota Samarinda. Mereka mencari uang di sejumlah tempat keramaian seperti persimpangan jalan, masjid, pasar dan rumah ke rumah. Mereka bekerja dari pagi hingga sore hari, bahkan malam hari.
Penghasilan mereka sehari rata-rata Rp100 ribu hingga Rp250 ribu. Dari penghasilan itu, mereka harus menyetor dengan pembagian 70 persen untuk koordinatornya dan 30 persen untuk mereka. Makanya ada saja pengemis yang ngotot mencari uang hingga tengah malam dan biasanya mudah ditemui di depan sejumlah tempat hiburan malam (THM) menunggu para pengunjungnya pulang.
Sementara para koordinatornya bertugas sebagai manajernya karena telah menyediakan tempat tinggal dan juga bertanggungjawab atas keamanan mereka selama berada di Kota Samarinda.
Usut diusut, ternyata para manajer itu ternyata juga memiliki atasan. Sebut saja general manager (GM). Pimpinan tertinggi ini, rupanya hanya seorang saja di Kota Samarinda. Ia yang memberikan keamanan kepada para koordinator pengemis agar tidak ditangkap oleh aparat penegak perda yakni Satpol PP Kota Samarinda.
GM itu memberikan syarat, para koordinator harus menyetorkan secara rutin kepadanya setiap bulan Rp150 ribu untuk setiap pengemis. Harga ini baru saja naik. Mulanya hanya Rp100 ribu yang berlaku sudah lebih 5 tahun lalu.
Hitung saja, jika mengambil data Satpol PP bahwa jumlah pengemis di kota ini ada 260 orang, maka total setoran yang diterima GM itu mencapai Rp39 juta per bulan. Bagaimana bisa Si GM memberikan jaminan agar tidak dirazia Satpol PP ?
Ternyata, ia telah menjalin perjanjian dengan seseorang yang kini masih memegang jabatan penting di Satpol PP Kota Samarinda. Oknum aparat ini menjanjikan bagi para koordinator pengemis yang telah membayar kepadanya, maka anggotanya di lapangan akan terlepas dari razia. Karena akan selalu diberikan informasi kalau ada operasi. Namun belum diketahui berapa besaran yang diberikan General Manager kepada Satpol PP itu.
Informasi ini pun dibenarkan salah seorang mantan koordinator pengemis berinisial At. Ia membeberkan, kalau orang yang menjadi General Manager pengemis di Samarinda itu berinisial Ai. Ia disebut-sebut juga beraktivitas di Lokalisasi Solong Durian, Samarinda Utara sebagai mucikari. Karena punya jaminan, Ai kerap menyuruh para koordinator pengemis untuk membawa anggotanya sebanyak-banyaknya ke Kota Samarinda.
"Saya pernah kerja dengan dia (Ai, Red) pada 2004 lalu. Jadi kalau mau tidak kena razia, maka harus menyetor setiap bulan kepadanya Rp100 ribu per orang. Tapi sekarang naik menjadi Rp150 ribu per orang," ujarnya.
Ia menjelaskan dalam aksi itu, Ai hanya bekerja sama dengan oknum Satpol PP Kota Samarinda berinisial Hs. Setoran yang telah dipegang Ai akan diambil oleh Hs setiap sebulan sekali di rumah Ai.
"Tapi kami tidak tahu kepada siapa lagi dia (Hs, Red) menyetorkan uang itu. Tahunya orang Satpol PP itu cuma Hs saja," terangnya.
Dari kerja sama itu, ia menilai sebenarnya oknum Satpol PP tersebut telah dikerjai Ai. "Karena dari penerimaan uang setoran para koordinator pengemis, paling banyak dipegangnya dibandingkan Hs selaku aparat yang menertibkan," ungkapnya.
Terkait oknum aparat yang terlibat dalam pungutan itu ternyata telah diketahui juga oleh Kepala Satpol PP Kota Samarinda Drs HA Rijani SH Msi. Ia mengaku informasi itu pun telah didengar Walikota Samarinda Drs H Achmad Amins MM dan Wakil Walikota H Syaharie Jaang SH Msi.
"Tapi kami harus memastikan dulu keabsahan informasi ini. Jika benar, maka jelas pemeriksaan pun akan diberikan kepada oknum ini," tegasnya.
Rijani menerangkan, dalam aksi itu diduga kuat tidak hanya dilakukan seorang oknum personel tetapi juga melibatkan beberapa oknum personel lainnya. Bahkan, bukan hanya dari institusinya saja, tapi disebutkan juga ada keterlibatan pegawai dari instansi yang terkait dalam penanganan pengemis, yakni Dinkessos Kota Samarinda.
"Kasus ini pun sudah kami selidiki bahkan bersama Poltabes Samarinda," paparnya.
Otak Teroris Indonesia Tewas
JAKARTA. Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Mabes Polri mendapat tangkapan besar kemarin (9/3). Seorang tokoh teroris yang buron selama bertahun-tahun tewas tertembak di Pamulang, Tangerang, Banten. Tokoh yang menggunakan nama samaran Yahya Ibrahim alias Muktamar itu diduga sebagai Dulmatin.
Perangkai bom utama pada kasus Bom Bali I (2002) itu tewas tertembak tiga peluru personel Densus 88 di warnet Multiplus, Jalan Siliwangi, Pamulang, setelah diburu sejak Minggu (7/3) lalu. Jejak Yahya yang menjadi otak utama pengirim kader dan logistik latihan teroris di Aceh sempat terendus di Pandeglang sehari sebelum operasi di Pamulang.
Kepala Densus 88 Mabes Polri Brigjen Tito Karnavian menegaskan, Yahya merupakan otak latihan militer kelompok militan di Aceh. "Dia biang kerok yang mengirim orang ke Aceh," kata Tito.
Lantas, apakah benar Yahya merupakan samaran Dulmatin? "Yang jelas, dia (Yahya) tokoh besar dan punya nama besar (di kalangan kelompok militan)," kata alumnus Akpol 1987 itu.
Penggerebegan Yahya itu dimulai sejak Selasa subuh. Beberapa personel pendahulu dari Subden Intelijen Densus 88 Mabes Polri sudah membuntuti Yahya dari Pandeglang. Sebelum menuju warnet Multiplus, Yahya sempat mampir di rumah jalan Setiabudi nomor 15.
Setelah Yahya masuk ke Multiplus, tim pendobrak maju merangsek ke dalam. Manajer warnet Rinda Diana, 31, mengatakan saat penggerebekan sekitar pukul 11.10 tiga polisi lengkap dengan penutup wajah dilengkapi senjata laras panjang masuk dan menyuruh untuk tiarap semua yang ada di dalam warnet. "Tiarap semua, ada teroris," kata Rinda menirukan personel Densus itu.
Setelah itu, Rinda mendengar tiga kali letusan. "Seperti petasan, saya tidak berani naik ke lantai dua," kata perempuan berjilbab biru itu. Dulmatin alias Yahya menggunakan bilik nomor sembilan dari 10 bilik yang tersedia.
Menurut Kadivhumas Irjen Edward Aritonang, saat hendak diringkus Yahya melawan. "Dia menembak satu kali dengan revolver berisi enam peluru," katanya. Karena terancam keselamatannya, petugas melumpuhkan Yahya dengan menembak di perut dan paha.
Bekas tembakan dan selongsong peluru ditemukan di tembok lantai dua. Revolver yang digunakan Yahya berjenis Colt berukuran kecil. Revolver itu dipegang dengan tangan kanan. Tim identifikasi dari Puslabfor Mabes Polri dan Inafis (Indonesia Automatic Fingerprints Identification System) langsung mengidentifikasi jenazah. Selain menggunakan data pembanding sidik jari dan mengumpulkan sisa lapisan kulit dan rambut, tim juga mengambil data di komputer yang sedang digunakan Yahya.
Informasi yang dihimpun grup harian ini dari berbagai sumber, sesaat sebelum tewas ditembak, Yahya sempat chatting (berkomunikasi dengan media internet) dengan seseorang berinisial Abu Zakaria. Mereka sempat menyinggung dana operasi Aceh. "Kita akan kirim madu lagi ke Mekkah, antum punya stok berapa," tulis Yahya sebelum meninggal sebagaimana ditirukan sumber Jawa Pos. Madu diduga kode untuk amunisi atau peluru dan Mekkah adalah kode untuk Aceh yang juga sering disebut Serambi Mekkah.
Saat ini, Abu Zakaria yang sedang berkomunikasi itu masih diburu polisi. Abu Zakaria ini diduga kuat adalah salah satu donatur yang mengirimkan suplai dana "Dia bukan orang asing, orang Indonesia, kami duga di Jawa Tengah," katanya. Tadi malam pukul 21.00, satu tim Subden Intelijen 88 telah berada di kota itu.
Penggerebegan Yahya juga melibatkan saksi-saksi mata di sekitar lokasi. Diantaranya sepasang suami istri yang kebetulan sang istri sedang potong rambut di dekat Multiplus. Mereka ikut diinterogasi karena si lelaki ikut berada di ruangan lantai dua Multiplus. Statusnya adalah saksi.
Setelah melumpuhkan Yahya, tim mengejar dua orang pengawalnya ke rumah dr Fauzi di jalan Dr Setiabudi, Gang Asem, RT 03/05, Pamulang Barat, sekitar satu kilometer dari Multiplus. "Mereka berinisial R dan H, mereka juga melawan petugas," kata Kadivhumas Edward Aritonang.
Menurut saksi mata warga setempat, Ade Setiawan, 25, mengatakan, dia melihat kedua pelaku yang membawa tas hitam jatuh dari motor Suzuki Thundernya. Lalu saat ingin ditangkap, pelaku pria yang mengenakan kaos hitam, celana perempat dan menggunakan sandal jepit merogoh pistol dari kantong belakang. Sementara yang dibonceng meraih sesuatu dari dalam tas. "Yang kita takutkan itu tas isinya bom dan meledak," katanya.
Setelah tersangka tewas, tim Gegana dengan mengenakan pakaian tertutup dan helm tertutup berusaha menyisir lokasi dekat kedua jenazah pelaku. Petugas juga menarik tas milik pelaku dengan tali.
Petugas Puslabfor Mabes Polri yang juga datang kelokasi kejadian melakukan penyidikan dilokasi tempat kejadian perkara. Jenazah pelaku kemudian dievakuasi ke RS Polri Kramat Jati untuk di visum. Sementara petugas gabungan juga terus menjaga ketat dan memberikan tanda garis polisi di dua lokasi kejadian karena warga ingin sekali melihat kejadian itu dari jarak dekat.
Setelah itu, lima orang petugas Densus 88 masuk ke rumah berlantai dua yang berpagar warna cokelat itu dengan daun pintu yang sudah terbuka, sedang plafon juga hancur. Beberapa petugas yang menyisir seisi rumah juga nampak menenteng laptop, berbagai CD dan dua kantung plastik berisi buku-buku. Namun Edward Ariotonang memastikan tidak ditemukan senjata api maupun amunisi dan bahan peledak di dalam rumah tersebut. "Yang jelas mereka ini (para teroris yang tertangkap dan mati) merupakan pemasok senjata dan pemasok dana para teroris," tegasnya."
Dua orang pria ditangkap di rumah ini, kedua pria itu, DR alias H dan SB alias I saat digiring keluar rumah hanya mengenakan celana pendek tapa berbaju. Warga sekitar mengatakan kalau rumah itu milik pria beranak tiga bernama dr Fauzi yang sering menggelar pengajian pada setiap Jumat. "Bisa 50-an orang, rata-rata berjubah dan berjenggot lebat, dia muridnya Abu Jibril," kata ketua RT setempat Zaini. Dia mengatakan, kalau dr Fauzi dan istrinya bersama ketiga anaknya sudah diamankan di suatu tempat oleh jajaran Densus 88 Mabes Polri.
Secara terpisah, Abu Jibril, ayah Muhammad Jibril (tersangka peledakan JW Marriott 2009) membenarkan jika dr Fauzi adalah jamaah pengajiannya. "Dia sering datang tiap hari. Tapi aktivitas di luar pengajian saya tidak tahu. Yang jelas saya tidak mengajarkan terorisme," katanya.
Perangkai bom utama pada kasus Bom Bali I (2002) itu tewas tertembak tiga peluru personel Densus 88 di warnet Multiplus, Jalan Siliwangi, Pamulang, setelah diburu sejak Minggu (7/3) lalu. Jejak Yahya yang menjadi otak utama pengirim kader dan logistik latihan teroris di Aceh sempat terendus di Pandeglang sehari sebelum operasi di Pamulang.
Kepala Densus 88 Mabes Polri Brigjen Tito Karnavian menegaskan, Yahya merupakan otak latihan militer kelompok militan di Aceh. "Dia biang kerok yang mengirim orang ke Aceh," kata Tito.
Lantas, apakah benar Yahya merupakan samaran Dulmatin? "Yang jelas, dia (Yahya) tokoh besar dan punya nama besar (di kalangan kelompok militan)," kata alumnus Akpol 1987 itu.
Penggerebegan Yahya itu dimulai sejak Selasa subuh. Beberapa personel pendahulu dari Subden Intelijen Densus 88 Mabes Polri sudah membuntuti Yahya dari Pandeglang. Sebelum menuju warnet Multiplus, Yahya sempat mampir di rumah jalan Setiabudi nomor 15.
Setelah Yahya masuk ke Multiplus, tim pendobrak maju merangsek ke dalam. Manajer warnet Rinda Diana, 31, mengatakan saat penggerebekan sekitar pukul 11.10 tiga polisi lengkap dengan penutup wajah dilengkapi senjata laras panjang masuk dan menyuruh untuk tiarap semua yang ada di dalam warnet. "Tiarap semua, ada teroris," kata Rinda menirukan personel Densus itu.
Setelah itu, Rinda mendengar tiga kali letusan. "Seperti petasan, saya tidak berani naik ke lantai dua," kata perempuan berjilbab biru itu. Dulmatin alias Yahya menggunakan bilik nomor sembilan dari 10 bilik yang tersedia.
Menurut Kadivhumas Irjen Edward Aritonang, saat hendak diringkus Yahya melawan. "Dia menembak satu kali dengan revolver berisi enam peluru," katanya. Karena terancam keselamatannya, petugas melumpuhkan Yahya dengan menembak di perut dan paha.
Bekas tembakan dan selongsong peluru ditemukan di tembok lantai dua. Revolver yang digunakan Yahya berjenis Colt berukuran kecil. Revolver itu dipegang dengan tangan kanan. Tim identifikasi dari Puslabfor Mabes Polri dan Inafis (Indonesia Automatic Fingerprints Identification System) langsung mengidentifikasi jenazah. Selain menggunakan data pembanding sidik jari dan mengumpulkan sisa lapisan kulit dan rambut, tim juga mengambil data di komputer yang sedang digunakan Yahya.
Informasi yang dihimpun grup harian ini dari berbagai sumber, sesaat sebelum tewas ditembak, Yahya sempat chatting (berkomunikasi dengan media internet) dengan seseorang berinisial Abu Zakaria. Mereka sempat menyinggung dana operasi Aceh. "Kita akan kirim madu lagi ke Mekkah, antum punya stok berapa," tulis Yahya sebelum meninggal sebagaimana ditirukan sumber Jawa Pos. Madu diduga kode untuk amunisi atau peluru dan Mekkah adalah kode untuk Aceh yang juga sering disebut Serambi Mekkah.
Saat ini, Abu Zakaria yang sedang berkomunikasi itu masih diburu polisi. Abu Zakaria ini diduga kuat adalah salah satu donatur yang mengirimkan suplai dana "Dia bukan orang asing, orang Indonesia, kami duga di Jawa Tengah," katanya. Tadi malam pukul 21.00, satu tim Subden Intelijen 88 telah berada di kota itu.
Penggerebegan Yahya juga melibatkan saksi-saksi mata di sekitar lokasi. Diantaranya sepasang suami istri yang kebetulan sang istri sedang potong rambut di dekat Multiplus. Mereka ikut diinterogasi karena si lelaki ikut berada di ruangan lantai dua Multiplus. Statusnya adalah saksi.
Setelah melumpuhkan Yahya, tim mengejar dua orang pengawalnya ke rumah dr Fauzi di jalan Dr Setiabudi, Gang Asem, RT 03/05, Pamulang Barat, sekitar satu kilometer dari Multiplus. "Mereka berinisial R dan H, mereka juga melawan petugas," kata Kadivhumas Edward Aritonang.
Menurut saksi mata warga setempat, Ade Setiawan, 25, mengatakan, dia melihat kedua pelaku yang membawa tas hitam jatuh dari motor Suzuki Thundernya. Lalu saat ingin ditangkap, pelaku pria yang mengenakan kaos hitam, celana perempat dan menggunakan sandal jepit merogoh pistol dari kantong belakang. Sementara yang dibonceng meraih sesuatu dari dalam tas. "Yang kita takutkan itu tas isinya bom dan meledak," katanya.
Setelah tersangka tewas, tim Gegana dengan mengenakan pakaian tertutup dan helm tertutup berusaha menyisir lokasi dekat kedua jenazah pelaku. Petugas juga menarik tas milik pelaku dengan tali.
Petugas Puslabfor Mabes Polri yang juga datang kelokasi kejadian melakukan penyidikan dilokasi tempat kejadian perkara. Jenazah pelaku kemudian dievakuasi ke RS Polri Kramat Jati untuk di visum. Sementara petugas gabungan juga terus menjaga ketat dan memberikan tanda garis polisi di dua lokasi kejadian karena warga ingin sekali melihat kejadian itu dari jarak dekat.
Setelah itu, lima orang petugas Densus 88 masuk ke rumah berlantai dua yang berpagar warna cokelat itu dengan daun pintu yang sudah terbuka, sedang plafon juga hancur. Beberapa petugas yang menyisir seisi rumah juga nampak menenteng laptop, berbagai CD dan dua kantung plastik berisi buku-buku. Namun Edward Ariotonang memastikan tidak ditemukan senjata api maupun amunisi dan bahan peledak di dalam rumah tersebut. "Yang jelas mereka ini (para teroris yang tertangkap dan mati) merupakan pemasok senjata dan pemasok dana para teroris," tegasnya."
Dua orang pria ditangkap di rumah ini, kedua pria itu, DR alias H dan SB alias I saat digiring keluar rumah hanya mengenakan celana pendek tapa berbaju. Warga sekitar mengatakan kalau rumah itu milik pria beranak tiga bernama dr Fauzi yang sering menggelar pengajian pada setiap Jumat. "Bisa 50-an orang, rata-rata berjubah dan berjenggot lebat, dia muridnya Abu Jibril," kata ketua RT setempat Zaini. Dia mengatakan, kalau dr Fauzi dan istrinya bersama ketiga anaknya sudah diamankan di suatu tempat oleh jajaran Densus 88 Mabes Polri.
Secara terpisah, Abu Jibril, ayah Muhammad Jibril (tersangka peledakan JW Marriott 2009) membenarkan jika dr Fauzi adalah jamaah pengajiannya. "Dia sering datang tiap hari. Tapi aktivitas di luar pengajian saya tidak tahu. Yang jelas saya tidak mengajarkan terorisme," katanya.
Minggu, 28 Februari 2010
Beri Uang ke Pengemis Didenda Rp25 Juta
SAMARINDA. Penuntasan maraknya pengemis yang beroperasi di Kota Samarinda memang sudah diseriusi Pemkot Samarinda. Selain menggelar koordinasi dengan sejumlah instansi terkait, Dinas Kesejahteraan Sosial (Dinkessos) Kota Samarinda kini juga tengah menunggu selesainya penggodokan Perda yang berkaitan larangan mengemis.
Demikian juga pernah disampaikan kepala Dinkessos Kota Samarinda, Sulaiman Sade pada pertengahan tahun lalu bahwa pihaknya akan menerapkan sanksi tidak hanya kepada yang mengemis tapi juga si pemberi uang.
"Sesuai perda itu nantinya, bagi dermawan dilarangan memberikan uang kepada pengemis. Jika ada yang kedapatan memberi, maka akan diberi sanksi berupa denda Rp25 juta. Tapi itu kini masih rancangan perda ya," terangnya.
Sejauh ini, para pengemis yang ada di Kota Samarinda terus berdatangan terutama menjelang Ramadan. Mereka datang dari dari Jawa Timur, Sulawesi Selatan dan Kalimantan Selatan.
Dari catatan, penindakan terhadap pengemis dengan cara dipulangkan ternyata tidak efektif. Lihat saja mereka yang dipulangkan, tahun 2007 lalu ada 192 orang yang dipulangkan ke Jawa Timur. Ironisnya, jumlahnya semakin meningkat pada 2008 lalu, meliputi 190 orang yang dipulangkan ke Jawa Timur, dan 52 ke Sulawesi Selatan.
"Ini karena ulah oknum yang mengkoordinir para pengemis dari luar daerah untuk datang ke Samarinda. Makanya persoalan ini tak juga tuntas," katanya.
Saat ini, pihaknya pun sudah menjalin koordinasi dengan Satpol PP Kota Samarinda dan Dinas Sosial Provinsi Kaltim sebagai langkah penuntasan persoalan pengemis di kota ini.
"Kita harus beri efek jera kepada para pengemis dengan diberi penindakan khusus sebelum dipulangkan. Sedangkan bagi para koordinatornya, tidak ada kata lain mereka harus dipidanakan," tandasnya.
Sedangkan untuk merealisasikan rencana itu, ia mengaku akan segera dilaksanakan dalam waktu dekat. "Yang pasti segera kami laksanakan tapi belum bisa dibeberkan waktunya," paparnya.
Sekadar diketahui, Kepala Satpol PP Kota Samarinda, H Ahmad Rijani SH MSi menyebutkan mengubah pola penindakan terhadap pengemis. Karena menilai tidak akan tuntas jika koordinatornya tidak juga diberangus.
Di Kota Samarinda telah teridentifikasi sebanyak 5 orang preman yang mengkoordinir 260 orang pengemis. Mereka tersebar di beberapa kecamatan. Mereka memiliki 20 hingga 80 orang yang setiap harinya disuruh untuk mencarikan uang dengan cara mengemis yang disebar di ruas jalan, pasar dan sejumlah tempat keramaian lainnya.
Demikian juga pernah disampaikan kepala Dinkessos Kota Samarinda, Sulaiman Sade pada pertengahan tahun lalu bahwa pihaknya akan menerapkan sanksi tidak hanya kepada yang mengemis tapi juga si pemberi uang.
"Sesuai perda itu nantinya, bagi dermawan dilarangan memberikan uang kepada pengemis. Jika ada yang kedapatan memberi, maka akan diberi sanksi berupa denda Rp25 juta. Tapi itu kini masih rancangan perda ya," terangnya.
Sejauh ini, para pengemis yang ada di Kota Samarinda terus berdatangan terutama menjelang Ramadan. Mereka datang dari dari Jawa Timur, Sulawesi Selatan dan Kalimantan Selatan.
Dari catatan, penindakan terhadap pengemis dengan cara dipulangkan ternyata tidak efektif. Lihat saja mereka yang dipulangkan, tahun 2007 lalu ada 192 orang yang dipulangkan ke Jawa Timur. Ironisnya, jumlahnya semakin meningkat pada 2008 lalu, meliputi 190 orang yang dipulangkan ke Jawa Timur, dan 52 ke Sulawesi Selatan.
"Ini karena ulah oknum yang mengkoordinir para pengemis dari luar daerah untuk datang ke Samarinda. Makanya persoalan ini tak juga tuntas," katanya.
Saat ini, pihaknya pun sudah menjalin koordinasi dengan Satpol PP Kota Samarinda dan Dinas Sosial Provinsi Kaltim sebagai langkah penuntasan persoalan pengemis di kota ini.
"Kita harus beri efek jera kepada para pengemis dengan diberi penindakan khusus sebelum dipulangkan. Sedangkan bagi para koordinatornya, tidak ada kata lain mereka harus dipidanakan," tandasnya.
Sedangkan untuk merealisasikan rencana itu, ia mengaku akan segera dilaksanakan dalam waktu dekat. "Yang pasti segera kami laksanakan tapi belum bisa dibeberkan waktunya," paparnya.
Sekadar diketahui, Kepala Satpol PP Kota Samarinda, H Ahmad Rijani SH MSi menyebutkan mengubah pola penindakan terhadap pengemis. Karena menilai tidak akan tuntas jika koordinatornya tidak juga diberangus.
Di Kota Samarinda telah teridentifikasi sebanyak 5 orang preman yang mengkoordinir 260 orang pengemis. Mereka tersebar di beberapa kecamatan. Mereka memiliki 20 hingga 80 orang yang setiap harinya disuruh untuk mencarikan uang dengan cara mengemis yang disebar di ruas jalan, pasar dan sejumlah tempat keramaian lainnya.
Sebanyak 260 Orang Tersebar di Samarinda
SAMARINDA. Wajar kalau pengemis di Kota Samarinda kian marak. Sehingga setiap diamankan ternyata tidak membuat efek jera. Malahan pengemis yang diamankan selalu orang yang sama meski tak sedikit juga yang baru.
Selama ini pola penindakan yang dilakukan Pemkot Samarinda melalui Satpol PP di tahun-tahun sebelumnya, para pengemis dipulangkan ke kampung halaman melalui jalur kapal ke sejumlah daerah seperti Jawa Timur dan Sulawesi. Penyelesaian dengan pemulangan itu ternyata tidak berjalan efektif, karena beberapa bulan kemudian mereka marak lagi beroperasi di Kota Tepian. Padahal untuk menggelar razia mengeluarkan tenaga dan biaya yang besar.
Sejak kepemimpinan Kepala Satpol PP Kota Samarinda, H Ahmad Rijani SH MSi, pola penindakan itu diubah. Karena menilai tidak akan tuntas jika akarnya tidak juga diberangus. "Akar di sini adalah oknum yang mengkoordinir seseorang menjadi pengemis. Mereka bisa disebut preman karena berani mengeksploitasi sesama manusia," tandasnya kepada Sapos.
Menurutnya, dari penyisiran pihaknya, di Kota Samarinda telah teridentifikasi sebanyak 5 orang preman yang melakukan aksi demikian. Mereka tersebar di beberapa kecamatan. Ironisnya, atas aksi masing-masing preman tersebut, ternyata memiliki 20 hingga 80 orang yang setiap harinya disuruh untuk mencarikan uang dengan cara mengemis yang disebar di ruas jalan, pasar dan sejumlah tempat keramaian lainnya.
"Dihitung, jumlah pengemis yang beroperasi di Kota Samarinda dan dikoordinir lima preman tersebut mencapai 260 orang. Makanya setiap pengemisnya ditertibkan, selalu ada saja pengemis lainnya," terangnya.
Akan persoalan itu, ia kemudian berkoordinasi dengan Dinas Sosial Provinsi Kaltim dan Dinas Kesejahteraan Sosial Kota Samarinda sejak beberapa pekan lalu. Melalui koordinasi itu, Satpol PP juga telah menyusun sejumlah strategi mengatasi masalah pengemis. Karena alasan itu, maka tudingan kepada institusinya yang dinilai hanya diam saja terhadap maraknya pengemis pun terbantahkan. "Satpol tak diam, tapi hingga kini kami sudah berjalan lebih dulu. Hanya saja pola penindakannya yang berbeda. Bukan dengan cara penertiban seperti biasanya," imbuhnya.
Menurutnya, dalam menuntaskan persoalan kebiasaan pengemis ini, maka harus bisa menyentuh para koordinatornya. Dengan menangkap koordinator, maka dipastikan dapat menuntaskan solusi persoalan ini. "Para koordinator pengemis harus dipidanakan karena mempekerjakan manusia," tegasnya.
Sejauh ini, mereka yang diduga menjadi para koordinator telah diketahui identitasnya. Namun disinggung terkait kapan direalisasikan penangkapan para koordinatornya, ia mengaku belum bisa membeberkan. "Segera dilakukan," tuturnya.
Sedangkan bagi mereka yang menjadi pengemis, nantinya akan dimasukkan ke dalam UPTD Panti Sosial Pemprov Kaltim dan mungkin juga yang dipulangkan. "Mereka akan dikaryakan agar kelak tidak lagi harus mengemis," paparnya. (Sapos)
Selama ini pola penindakan yang dilakukan Pemkot Samarinda melalui Satpol PP di tahun-tahun sebelumnya, para pengemis dipulangkan ke kampung halaman melalui jalur kapal ke sejumlah daerah seperti Jawa Timur dan Sulawesi. Penyelesaian dengan pemulangan itu ternyata tidak berjalan efektif, karena beberapa bulan kemudian mereka marak lagi beroperasi di Kota Tepian. Padahal untuk menggelar razia mengeluarkan tenaga dan biaya yang besar.
Sejak kepemimpinan Kepala Satpol PP Kota Samarinda, H Ahmad Rijani SH MSi, pola penindakan itu diubah. Karena menilai tidak akan tuntas jika akarnya tidak juga diberangus. "Akar di sini adalah oknum yang mengkoordinir seseorang menjadi pengemis. Mereka bisa disebut preman karena berani mengeksploitasi sesama manusia," tandasnya kepada Sapos.
Menurutnya, dari penyisiran pihaknya, di Kota Samarinda telah teridentifikasi sebanyak 5 orang preman yang melakukan aksi demikian. Mereka tersebar di beberapa kecamatan. Ironisnya, atas aksi masing-masing preman tersebut, ternyata memiliki 20 hingga 80 orang yang setiap harinya disuruh untuk mencarikan uang dengan cara mengemis yang disebar di ruas jalan, pasar dan sejumlah tempat keramaian lainnya.
"Dihitung, jumlah pengemis yang beroperasi di Kota Samarinda dan dikoordinir lima preman tersebut mencapai 260 orang. Makanya setiap pengemisnya ditertibkan, selalu ada saja pengemis lainnya," terangnya.
Akan persoalan itu, ia kemudian berkoordinasi dengan Dinas Sosial Provinsi Kaltim dan Dinas Kesejahteraan Sosial Kota Samarinda sejak beberapa pekan lalu. Melalui koordinasi itu, Satpol PP juga telah menyusun sejumlah strategi mengatasi masalah pengemis. Karena alasan itu, maka tudingan kepada institusinya yang dinilai hanya diam saja terhadap maraknya pengemis pun terbantahkan. "Satpol tak diam, tapi hingga kini kami sudah berjalan lebih dulu. Hanya saja pola penindakannya yang berbeda. Bukan dengan cara penertiban seperti biasanya," imbuhnya.
Menurutnya, dalam menuntaskan persoalan kebiasaan pengemis ini, maka harus bisa menyentuh para koordinatornya. Dengan menangkap koordinator, maka dipastikan dapat menuntaskan solusi persoalan ini. "Para koordinator pengemis harus dipidanakan karena mempekerjakan manusia," tegasnya.
Sejauh ini, mereka yang diduga menjadi para koordinator telah diketahui identitasnya. Namun disinggung terkait kapan direalisasikan penangkapan para koordinatornya, ia mengaku belum bisa membeberkan. "Segera dilakukan," tuturnya.
Sedangkan bagi mereka yang menjadi pengemis, nantinya akan dimasukkan ke dalam UPTD Panti Sosial Pemprov Kaltim dan mungkin juga yang dipulangkan. "Mereka akan dikaryakan agar kelak tidak lagi harus mengemis," paparnya. (Sapos)
Senin, 22 Februari 2010
"dr Poch 'Hitler' Masuk Islam"
ADOLF HITLER, diktator Jerman dan orang yang diyakini bertanggung jawab atas pembantaian bangsa Yahudi, diduga menghabiskan akhir hayatnya di Indonesia -- sebagai dr Poch, dokter tua asal Jerman.
Menurut mantan pasiennya, Ahmad Zuhri Muhtar (55), dr Poch tinggal di rumah dinas dokter di Kompleks Rumah Sakit Sumbawa bersama istrinya yang asal Jerman.
Ketika istrinya itu kembali ke negeri asalnya, Poch lalu kesepian. "Dia menyendiri lalu kawin lagi dengan istinya yang asal [Pulau] Jawa, saya tidak tahu persisnya, mungkin Garut," kata Ahmad kepada VIVAnews, Senin 22 Februari 2010.
Ada lagi fakta menarik soal dr Poch yang diungkap Ahmad. Kata dia, dr Poch bahkan masuk Islam karena menikah dengan perempuan muslim.
"Dinikahkan secara Islam, resepsinya di pendapa kabupaten. Ceritanya seperti itu," tambah Ahmad.
dr Poch lalu pindah ke Surabaya, ke tempat istri barunya.
Keterangan Ahmad bersesuaian dengan kisah yang diungkap dr Sosrohusodo -- dokter lulusan Universitas Indonesia yang pernah bertemu Poch di Sumbawa.
Kata Sosro, setelah istrinya yang asal Jerman, diduga Eva Braun, meninggalkannya, Poch yang diduga sebagai Hitler menikah lagi dengan wanita Sunda asal Bandung berinisial 'S'. Terakhir 'S' diketahui tinggal di Babakan Ciamis.
Awalnya 'S' menutup mulut, namun akhirnya kepada Sosro, dia menyerahkan sejumlah dokumen milik suaminya, termasuk foto perkawinan, surat izin mengemudi lengkap dengan sidik jari Poch.
Ada juga buku catatan berisi nama-nama orang Jerman yang tinggal di beberapa negara, seperti Argentina, Italia, Pakistan, Afrika Selatan, dan Tibet. Juga beberapa tulisan tangan steno dalan bahasa Jerman
Buku catatan Poch berisi dua kode, J.R. KepaD No.35637 dan 35638, kode simbol lelaki dan perempuan.
"Ada kemungkinan buku catatatan dimiliki dua orang, Hitler dan Eva Braun," kata Sosro.
Ada juga tulisan yang diduga rute pelarian Hitler -- yakni B (Berlin), S (Salzburg), G (Graz), J (Jugoslavia), B (Belgrade), S (Sarajevo), R (Rome), sebelum dia ke Sumbawa Besar.
Istri kedua Poch, 'S' juga menceritakan suatu hari dia melihat suaminya mencukur kumis dengan gaya mirip Hitler. Ketika dia bertanya, suaminya menjawab, "jangan bilang siapa-siapa."
Poch yang diduga adalah Hitler meninggal pada 15 Januari 1970 pukul 19.30 di Rumah Sakit Karang Menjangan Surabaya karena serangan jantung, dalam usia 81 tahun.
Sebuah makam di Ngagel jadi pintu masuk untuk menyelidiki kebenaran cerita akhir hayat 'sang Fuhrer'.
Apakah Hitler benar tewas bunuh diri di bunker di Berlin pada 30 April 1945, atau apakah mati dalam usia tua di Argentina, Brazil, Amerika Selatan, atau Indonesia -- masih harus dikaji kebenarannya.
Baca tulisan sebelumnya:
1. Hitler Dimakamkan di Surabaya?
2. Kesaksian Pasien dr Poch "Hitler"
Menurut mantan pasiennya, Ahmad Zuhri Muhtar (55), dr Poch tinggal di rumah dinas dokter di Kompleks Rumah Sakit Sumbawa bersama istrinya yang asal Jerman.
Ketika istrinya itu kembali ke negeri asalnya, Poch lalu kesepian. "Dia menyendiri lalu kawin lagi dengan istinya yang asal [Pulau] Jawa, saya tidak tahu persisnya, mungkin Garut," kata Ahmad kepada VIVAnews, Senin 22 Februari 2010.
Ada lagi fakta menarik soal dr Poch yang diungkap Ahmad. Kata dia, dr Poch bahkan masuk Islam karena menikah dengan perempuan muslim.
"Dinikahkan secara Islam, resepsinya di pendapa kabupaten. Ceritanya seperti itu," tambah Ahmad.
dr Poch lalu pindah ke Surabaya, ke tempat istri barunya.
Keterangan Ahmad bersesuaian dengan kisah yang diungkap dr Sosrohusodo -- dokter lulusan Universitas Indonesia yang pernah bertemu Poch di Sumbawa.
Kata Sosro, setelah istrinya yang asal Jerman, diduga Eva Braun, meninggalkannya, Poch yang diduga sebagai Hitler menikah lagi dengan wanita Sunda asal Bandung berinisial 'S'. Terakhir 'S' diketahui tinggal di Babakan Ciamis.
Awalnya 'S' menutup mulut, namun akhirnya kepada Sosro, dia menyerahkan sejumlah dokumen milik suaminya, termasuk foto perkawinan, surat izin mengemudi lengkap dengan sidik jari Poch.
Ada juga buku catatan berisi nama-nama orang Jerman yang tinggal di beberapa negara, seperti Argentina, Italia, Pakistan, Afrika Selatan, dan Tibet. Juga beberapa tulisan tangan steno dalan bahasa Jerman
Buku catatan Poch berisi dua kode, J.R. KepaD No.35637 dan 35638, kode simbol lelaki dan perempuan.
"Ada kemungkinan buku catatatan dimiliki dua orang, Hitler dan Eva Braun," kata Sosro.
Ada juga tulisan yang diduga rute pelarian Hitler -- yakni B (Berlin), S (Salzburg), G (Graz), J (Jugoslavia), B (Belgrade), S (Sarajevo), R (Rome), sebelum dia ke Sumbawa Besar.
Istri kedua Poch, 'S' juga menceritakan suatu hari dia melihat suaminya mencukur kumis dengan gaya mirip Hitler. Ketika dia bertanya, suaminya menjawab, "jangan bilang siapa-siapa."
Poch yang diduga adalah Hitler meninggal pada 15 Januari 1970 pukul 19.30 di Rumah Sakit Karang Menjangan Surabaya karena serangan jantung, dalam usia 81 tahun.
Sebuah makam di Ngagel jadi pintu masuk untuk menyelidiki kebenaran cerita akhir hayat 'sang Fuhrer'.
Apakah Hitler benar tewas bunuh diri di bunker di Berlin pada 30 April 1945, atau apakah mati dalam usia tua di Argentina, Brazil, Amerika Selatan, atau Indonesia -- masih harus dikaji kebenarannya.
Baca tulisan sebelumnya:
1. Hitler Dimakamkan di Surabaya?
2. Kesaksian Pasien dr Poch "Hitler"
Kesaksian Mantan Pasien Dokter Poch 'Hitler'
DIKTATOR Jerman, Adolf Hitler dikabarkan meninggal di Indonesia, tepatnya di Surabaya, Jawa Timur.
Sebelum ke Surabaya, Hitler diduga menyaru sebagai Poch, seorang dokter yang pernah bertugas di Sumbawa Besar.
Seperti dikutip dari VIVAnews, soal kebenaran cerita ini diawali dari Sumbawa. Seorang saksi, bernama Ahmad Zuhri Muhtar mengaku memang ada dokter bernama Poch yang bekerja di Rumah Sakit Umum Sumbawa. Poch juga berpraktek di Balai Kesehatan Ibu dan Anak (BKIA) yang saat ini menjadi Puskesmas Seketeng.
"Kebetulan Puskesmas itu ada di dekat rumah," kata Ahmad ketika dihubungi VIVAnews, Senin 22 Februari 2010.
Ahmad mengaku saat duduk di kelas 1 atau 2 Sekolah Dasar, dia menjadi pasien dokter Poch.
"Saya sering diperiksa. Waktu itu perasaan saya takut. Gayanya kayak gitu bukan gaya dokter. Itu ingatan saya waktu masih kecil," kata dia.
Dokter Poch yang dia kenal nampak garang. "Kalau dikatakan galak, nggak juga. Bahasa Indonesianya pas-pasan, dan ada gaya-gaya menggertak," kata dia.
Ahmad menceritakan ciri-ciri dr Poch yang dia kenal. "Kepala botak, kumis tebal merah jagung. Dia juga memakai kaca mata," kata dia.
Poch juga agak pincang. "Mobilnya Jeep kap terbuka, seperti buatan Jerman. Kalau menyetir dengan satu tangan, gaya geng-geng begitu," tambah Ahmad.
Pria kelahiran 1955 itu menceritakan Poch datang menumpang kapal asing 'Hope'. Kapal itu membawa obat-obatan dan menyediakan pengobatan gratis.
"Saya ingat, para penumpang dan kru-kru kapal dibawa turun melihat karapan kerbau di dekat rumah saya. dr Poch juga ada di komunitas itu," tambah dia.
Terkait informasi yang menyatakan Poch adalah Hitler, Ahmad mengaku tak tahu pasti. Meski, dia mengakui ada kemiripan Poch dengan foto Hilter yang dia lihat di sejumlah media dan buku.
Kata Ahmad, harus ada kajian yang lebih ilmiah. Bagaimanapun, Hitler adalah sosok besar dalam sejarah yang layak diungkap kehidupannya.
"Saat ini soal Hitler seakan terabaikan. Padahal kalau mau menguak kisah ini sudah ada pintu masuknya, dokter Poch di Sumbawa besar dan makamnya di Ngagel," kata Ahmad.
***
Spekulasi bahwa Hitler meninggal di usia tua di Surabaya, Indonesia diawali artikel di Harian Pikiran Rakyat pada tahun 1983. Penulisnya bernama dr Sosrohusodo -- dokter lulusan Universitas Indonesia yang pernah bertugas di kapal yang dijadikan rumah sakit bernama 'Hope' di Sumbawa Besar.
Kata Sosrohusodo, Poch, dokter tua Jerman yang dia temui di Sumbawa adalah Hitler.
Bukti-bukti yang diajukan Sosrohusodo, adalah bahwa dokter tersebut tak bisa berjalan normal --- dia selalu menyeret kaki kirinya ketika berjalan.
Kemudian, tangannya, kata Sosrohusodo, tangan kiri dokter Jerman itu selalu bergetar. Dia juga punya kumis vertikal mirip Charlie Chaplin, dan kepalanya gundul.
Kondisi ini diyakini mirip dengan gambaran Hilter di masa tuanya -- yang ditemukan di sejumlah buku biografi sang Fuhrer. Saat bertemu dengannya di tahun 1960, orang yang diduga Hitler berusia 71 tahun.
Menurut Sosrohusodo, dokter asal Jerman yang dia temui sangat misterius. Dia tidak punya lisensi untuk jadi dokter, bahkan dia sama sekali tak punya keahlian tentang kesehatan.
Poch diketahui meninggal pada 15 Januari 1970 pukul 19.30 di Rumah Sakit Karang Menjangan Surabaya karena serangan jantung, dalam usia 81 tahun. Dia dimakamkan sehari kemudian di daerah Ngagel.
Namun, fakta di mana 'sang Fuhrer' menghabiskan akhir hayatnya belum bisa dipastikan sampai saat ini. Ada yang yakin Hitler tewas bunuh diri di sebuah bunker di Berlin pada 30 April 1945.
Ada juga versi lain, bahwa pemimpin NAZI ini meninggal di Argentina, Brazil, atau sebuah tempat di Amerika Selatan.
Sebelum ke Surabaya, Hitler diduga menyaru sebagai Poch, seorang dokter yang pernah bertugas di Sumbawa Besar.
Seperti dikutip dari VIVAnews, soal kebenaran cerita ini diawali dari Sumbawa. Seorang saksi, bernama Ahmad Zuhri Muhtar mengaku memang ada dokter bernama Poch yang bekerja di Rumah Sakit Umum Sumbawa. Poch juga berpraktek di Balai Kesehatan Ibu dan Anak (BKIA) yang saat ini menjadi Puskesmas Seketeng.
"Kebetulan Puskesmas itu ada di dekat rumah," kata Ahmad ketika dihubungi VIVAnews, Senin 22 Februari 2010.
Ahmad mengaku saat duduk di kelas 1 atau 2 Sekolah Dasar, dia menjadi pasien dokter Poch.
"Saya sering diperiksa. Waktu itu perasaan saya takut. Gayanya kayak gitu bukan gaya dokter. Itu ingatan saya waktu masih kecil," kata dia.
Dokter Poch yang dia kenal nampak garang. "Kalau dikatakan galak, nggak juga. Bahasa Indonesianya pas-pasan, dan ada gaya-gaya menggertak," kata dia.
Ahmad menceritakan ciri-ciri dr Poch yang dia kenal. "Kepala botak, kumis tebal merah jagung. Dia juga memakai kaca mata," kata dia.
Poch juga agak pincang. "Mobilnya Jeep kap terbuka, seperti buatan Jerman. Kalau menyetir dengan satu tangan, gaya geng-geng begitu," tambah Ahmad.
Pria kelahiran 1955 itu menceritakan Poch datang menumpang kapal asing 'Hope'. Kapal itu membawa obat-obatan dan menyediakan pengobatan gratis.
"Saya ingat, para penumpang dan kru-kru kapal dibawa turun melihat karapan kerbau di dekat rumah saya. dr Poch juga ada di komunitas itu," tambah dia.
Terkait informasi yang menyatakan Poch adalah Hitler, Ahmad mengaku tak tahu pasti. Meski, dia mengakui ada kemiripan Poch dengan foto Hilter yang dia lihat di sejumlah media dan buku.
Kata Ahmad, harus ada kajian yang lebih ilmiah. Bagaimanapun, Hitler adalah sosok besar dalam sejarah yang layak diungkap kehidupannya.
"Saat ini soal Hitler seakan terabaikan. Padahal kalau mau menguak kisah ini sudah ada pintu masuknya, dokter Poch di Sumbawa besar dan makamnya di Ngagel," kata Ahmad.
***
Spekulasi bahwa Hitler meninggal di usia tua di Surabaya, Indonesia diawali artikel di Harian Pikiran Rakyat pada tahun 1983. Penulisnya bernama dr Sosrohusodo -- dokter lulusan Universitas Indonesia yang pernah bertugas di kapal yang dijadikan rumah sakit bernama 'Hope' di Sumbawa Besar.
Kata Sosrohusodo, Poch, dokter tua Jerman yang dia temui di Sumbawa adalah Hitler.
Bukti-bukti yang diajukan Sosrohusodo, adalah bahwa dokter tersebut tak bisa berjalan normal --- dia selalu menyeret kaki kirinya ketika berjalan.
Kemudian, tangannya, kata Sosrohusodo, tangan kiri dokter Jerman itu selalu bergetar. Dia juga punya kumis vertikal mirip Charlie Chaplin, dan kepalanya gundul.
Kondisi ini diyakini mirip dengan gambaran Hilter di masa tuanya -- yang ditemukan di sejumlah buku biografi sang Fuhrer. Saat bertemu dengannya di tahun 1960, orang yang diduga Hitler berusia 71 tahun.
Menurut Sosrohusodo, dokter asal Jerman yang dia temui sangat misterius. Dia tidak punya lisensi untuk jadi dokter, bahkan dia sama sekali tak punya keahlian tentang kesehatan.
Poch diketahui meninggal pada 15 Januari 1970 pukul 19.30 di Rumah Sakit Karang Menjangan Surabaya karena serangan jantung, dalam usia 81 tahun. Dia dimakamkan sehari kemudian di daerah Ngagel.
Namun, fakta di mana 'sang Fuhrer' menghabiskan akhir hayatnya belum bisa dipastikan sampai saat ini. Ada yang yakin Hitler tewas bunuh diri di sebuah bunker di Berlin pada 30 April 1945.
Ada juga versi lain, bahwa pemimpin NAZI ini meninggal di Argentina, Brazil, atau sebuah tempat di Amerika Selatan.
Hitler Disebut Meninggal di Indonesia
DIKTATOR Jerman, Adolf Hitler diyakini tewas bunuh diri di sebuah bunker di Berlin pada 30 April 1945. Namun, fakta itu kini dipertanyakan.
Seperti dikutip dari laman Daily Telegraph, Senin 28 September 2009, Program History Channel Documentary Amerika Serikat menyatakan tengkorak milik Hitler yang disimpan Rusia bukan milik pemimpin NAZI tersebut.
Itu adalah tengkorak perempuan berusia di bawah 40 tahun, bukan Hitler yang dinyatakan meninggal di usia 56 tahun.
Penemuan ini, menguatkan kembali teori konspirasi bahwa Hitler tidak mati pada 1945. Dia diduga melarikan diri dan mati di usia tua.
Sejumlah teori beredar soal dimana kematian Hitler. Ada yang mengatakan Hitler meninggal di Argentina, Brazil, Amerika Selatan, bahkan Indonesia.
***
Jurnalis Argentina sekaligus pengarang buku 'Bariloche Nazi', Abel Basti meyakini Hitler tewas di Argentina pada 1960.
Basti mengklaim Hitler melarikan diri dari Jerman menggunakan kapal selam. Bersama belahan jiwanya, Eva Braun, Hitler diyakini menghabiskan hari-hari terakhirnya di sebuah kota bernama Bariloche. Basti mendasarkan klaimnya atas keterangan beberapa saksi.
Kemudian, seperti dikutip laman Salisburypost, 30 Agustus 1999, artikel surat kabar pada 17 Juli 1945, memberitakan Hitler dan Eva braun terlihat di Argentina.
Seorang wartawan mengirim cerita dari Montevideo ke Chicago Times -- Hitler dan Braun melarikan diri ke Argentina dengan kapal selam. Keduanya hidup di kompleks orang-orang Jerman di Patagonia.
Sementara, klaim bahwa Hitler meninggal di Brazil didasarkan pengakuan anggota NAZI bahwa Hitler meninggal pada 1980 di Brazil.
Brazil diketahui sebagai tempat pelarian para mantan pengikut Hitler. Sebuah makam NAZI bahkan ditemukan di pedalaman Hutan Amazon, lengkap dengan lambang NAZI di nisan yang berbentuk salib.
***
Sebuah artikel mengejutkan telah lama beredar di sejumlah mailing list dan laman jejaring sosial. Artikel itu berisi versi lain cerita kematian diktator Jerman, Adolf Hitler. Dikatakan Hitler meninggal di Indonesia.
Cerita ini berawal dari sebuat artikel di Harian Pikiran Rakyat pada tahun 1983. Penulisnya bernama dr Sosrohusodo -- dokter lulusan Universitas Indonesia yang pernah bertugas di kapal yang dijadikan rumah sakit bernama 'Hope' di Sumbawa Besar.
Dia menceritakan pengalamannya bertemu dengan dokter tua asal Jerman bernama Poch di Pulau Sumbawa Besar tahun 1960. Poch adalah pimpinan sebuah rumah sakit terbesar di pulau tersebut.
Klaim yang diajukan dr Sosrohusodo jadi polemik. Dia mengatakan dokter tua asal Jerman yang dia temui dan ajak bicara adalah Hitler di masa tuanya
Bukti-bukti yang diajukan Sosrohusodo, adalah bahwa dokter tersebut tak bisa berjalan normal --- Dia selalu menyeret kaki kirinya ketika berjalan.
Kemudian, tangannya, kata Sosrohusodo, tangan kiri dokter Jerman itu selalu bergetar. Dia juga punya kumis vertikal mirip Charlie Chaplin, dan kepalanya gundul.
Kondisi ini diyakini mirip dengan gambaran Hilter di masa tuanya -- yang ditemukan di sejumlah buku biografi sang Fuhrer. Saat bertemu dengannya di tahun 1960, orang yang diduga Hitler berusia 71 tahun.
Menurut Sosrohusodo, dokter asal Jerman yang dia temui sangat misterius. Dia tidak punya lisensi untuk jadi dokter, bahkan dia sama sekali tak punya keahlian tentang kesehatan.
Keyakinan Sosro, bahwa dia bertemu Hitler dan Eva Braun, membuatnya makin tertarik membaca buku dan artikel soal Hitler. Kata dia, setiap melihat foto Hitler di masa jayanya, dia makin yakin bahwa Poch, dokter tua asal Jerman yang dia temui adalah Hitler.
Keyakinannya bertambah saat seorang keponakannya, pada 1980, memberinya buku biografi Adolf Hitler karangan Heinz Linge yang diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia oleh Try Budi Satria.
Dalam halaman 59 artikel itu diceritakan kondisi fisik Hitler di masa tua. "Sejumlah orang Jerman tahu Hitler menyeret kakinya saat berjalan, penglihatannya makin kabur, rambutnya tak lagi tumbuh. Kala perang makin berkecamuk dan Jerman terus dipukul kalah, Hitler menderita kelainan syaraf."
Saat membaca buku tersebut, Sosro makin yakin, sebab kondisi fisik yang sama dia temukan pada diri Poch.
Dalam buku tersebut juga diceritakan tangan kiri Hitler selalu bergetar sejak pertempuran Stalingrad (1942 -1943) -- yang merupakan pukulan dahsyat bagi tentara Jerman.
Sosro mengaku masih ingat beberapa percakapannya dengan Poch yang diduga adalah Hitler. Poch selalu memuji-muji Hitler. Dia juga mengatakan tak ada pembunuhan di Auschwitz, kamp konsentrasi yang diyakini sebagai lokasi pembantaian orang-orang Yahudi.
"Saat saya bertanya soal kematian Hitler, dia mengatakan tak tahu. Sebab, saat itu situasi di Berlin dalam keadaan chaos. Semua orang berusaha menyelamatkan diri masing-masing," kata Sosrohusodo, seperti dimuat laman Militariana.
Sosro mengaku pernah memeriksa tangan kiri Poch yang selalu bergetar. Saat menanyakan kapan gejala ini mulai terjadi, Poch lalu bertanya pada istrinya yang lalu menjawab, "ini terjadi ketika Jerman kalah di pertempuran dekat Moskow. Saat itu Goebbels mengatakan padamu bahwa kau memukuli meja berkali-kali."
Goebbels yang disebut istri Poch diduga adalah Joseph Goebbe, menteri propaganda Jerman yang dikenal loyal dengan Hilter. Kata Sosro, istri Poch, yang diduga Eva Braun, beberapa kali memanggil suaminya 'Dolf', yang diduga kependekan dari Adolf Hitler.
Usai membaca artikel-artikel tersebut, Sosro mengaku menghubungi Sumbawa Besar. Dari sana, dia memperoleh informasi dr Poch meninggal di Surabaya.
Poch meninggal pada 15 Januari 1970 pukul 19.30 di Rumah Sakit Karang Menjangan Surabaya karena serangan jantung, dalam usia 81 tahun. Dia dimakamkan sehari kemudian di daerah Ngagel.
Sementara istrinya yang asal Jerman pulang ke tanah airnya, Poch diketahui menikah lagi dengan wanita Sunda asal Bandung berinisial S. Dia diketahui tinggal di Babakan Ciamis.
Setelah menutup mulut, S akhirnya memberi semua dokumen milik suaminya pada Sosro. termasuk foto perkawinan, surat izin mengemudi lengkap dengan sidik jari Poch.
Ada juga buku catatatan berisi nama-nama orang Jerman yang tinggal di beberapa negara, seperti Argentina, Italia, Pakistan, Afrika Selatan, dan Tibet. Juga beberapa tulisan tangan steno dalan bahasa Jerman
Buku catatan Poch berisi dua kode, J.R. KepaD No.35637 dan 35638, kode simbol lelaki dan perempuan.
"Ada kemungkinan buku catatatan dimiliki dua orang, Hitler dan Eva Braun," kata Sosro.
Ada juga tulisan yang diduga rute pelarian Hitler -- yakni B (Berlin), S (Salzburg), G (Graz), J (Jugoslavia), B (Belgrade), S (Sarajevo), R (Rome), sebelum dia ke Sumbawa Besar.
Istri kedua Poch, S juga menceritakan suatu hari dia melihat suaminya mencukur kumis dengan gaya mirip Hitler. Ketika dia bertanya, suaminya menjawab, "jangan bilang siapa-siapa."
Sosro mengaku tak ada maksud tersembunyi di balik pengakuannya. "Saya hanya ingin menunjukan Hitler meninggal di Indonesia," kata dia.
Hingga saat ini apakah Hitler tewas di bunker, di Argentina, Brazil, atau Indonesia, belum bisa dipastikan. Kisah akhir hayat 'sang Fuhrer' terus jadi misteri.
Baca juga: 1. Kesaksian Mantan Pasien Dokter Poch 'Hitler'
2. "dr Poch 'Hitler' Nikah Lagi dan Masuk Islam"
Seperti dikutip dari laman Daily Telegraph, Senin 28 September 2009, Program History Channel Documentary Amerika Serikat menyatakan tengkorak milik Hitler yang disimpan Rusia bukan milik pemimpin NAZI tersebut.
Itu adalah tengkorak perempuan berusia di bawah 40 tahun, bukan Hitler yang dinyatakan meninggal di usia 56 tahun.
Penemuan ini, menguatkan kembali teori konspirasi bahwa Hitler tidak mati pada 1945. Dia diduga melarikan diri dan mati di usia tua.
Sejumlah teori beredar soal dimana kematian Hitler. Ada yang mengatakan Hitler meninggal di Argentina, Brazil, Amerika Selatan, bahkan Indonesia.
***
Jurnalis Argentina sekaligus pengarang buku 'Bariloche Nazi', Abel Basti meyakini Hitler tewas di Argentina pada 1960.
Basti mengklaim Hitler melarikan diri dari Jerman menggunakan kapal selam. Bersama belahan jiwanya, Eva Braun, Hitler diyakini menghabiskan hari-hari terakhirnya di sebuah kota bernama Bariloche. Basti mendasarkan klaimnya atas keterangan beberapa saksi.
Kemudian, seperti dikutip laman Salisburypost, 30 Agustus 1999, artikel surat kabar pada 17 Juli 1945, memberitakan Hitler dan Eva braun terlihat di Argentina.
Seorang wartawan mengirim cerita dari Montevideo ke Chicago Times -- Hitler dan Braun melarikan diri ke Argentina dengan kapal selam. Keduanya hidup di kompleks orang-orang Jerman di Patagonia.
Sementara, klaim bahwa Hitler meninggal di Brazil didasarkan pengakuan anggota NAZI bahwa Hitler meninggal pada 1980 di Brazil.
Brazil diketahui sebagai tempat pelarian para mantan pengikut Hitler. Sebuah makam NAZI bahkan ditemukan di pedalaman Hutan Amazon, lengkap dengan lambang NAZI di nisan yang berbentuk salib.
***
Sebuah artikel mengejutkan telah lama beredar di sejumlah mailing list dan laman jejaring sosial. Artikel itu berisi versi lain cerita kematian diktator Jerman, Adolf Hitler. Dikatakan Hitler meninggal di Indonesia.
Cerita ini berawal dari sebuat artikel di Harian Pikiran Rakyat pada tahun 1983. Penulisnya bernama dr Sosrohusodo -- dokter lulusan Universitas Indonesia yang pernah bertugas di kapal yang dijadikan rumah sakit bernama 'Hope' di Sumbawa Besar.
Dia menceritakan pengalamannya bertemu dengan dokter tua asal Jerman bernama Poch di Pulau Sumbawa Besar tahun 1960. Poch adalah pimpinan sebuah rumah sakit terbesar di pulau tersebut.
Klaim yang diajukan dr Sosrohusodo jadi polemik. Dia mengatakan dokter tua asal Jerman yang dia temui dan ajak bicara adalah Hitler di masa tuanya
Bukti-bukti yang diajukan Sosrohusodo, adalah bahwa dokter tersebut tak bisa berjalan normal --- Dia selalu menyeret kaki kirinya ketika berjalan.
Kemudian, tangannya, kata Sosrohusodo, tangan kiri dokter Jerman itu selalu bergetar. Dia juga punya kumis vertikal mirip Charlie Chaplin, dan kepalanya gundul.
Kondisi ini diyakini mirip dengan gambaran Hilter di masa tuanya -- yang ditemukan di sejumlah buku biografi sang Fuhrer. Saat bertemu dengannya di tahun 1960, orang yang diduga Hitler berusia 71 tahun.
Menurut Sosrohusodo, dokter asal Jerman yang dia temui sangat misterius. Dia tidak punya lisensi untuk jadi dokter, bahkan dia sama sekali tak punya keahlian tentang kesehatan.
Keyakinan Sosro, bahwa dia bertemu Hitler dan Eva Braun, membuatnya makin tertarik membaca buku dan artikel soal Hitler. Kata dia, setiap melihat foto Hitler di masa jayanya, dia makin yakin bahwa Poch, dokter tua asal Jerman yang dia temui adalah Hitler.
Keyakinannya bertambah saat seorang keponakannya, pada 1980, memberinya buku biografi Adolf Hitler karangan Heinz Linge yang diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia oleh Try Budi Satria.
Dalam halaman 59 artikel itu diceritakan kondisi fisik Hitler di masa tua. "Sejumlah orang Jerman tahu Hitler menyeret kakinya saat berjalan, penglihatannya makin kabur, rambutnya tak lagi tumbuh. Kala perang makin berkecamuk dan Jerman terus dipukul kalah, Hitler menderita kelainan syaraf."
Saat membaca buku tersebut, Sosro makin yakin, sebab kondisi fisik yang sama dia temukan pada diri Poch.
Dalam buku tersebut juga diceritakan tangan kiri Hitler selalu bergetar sejak pertempuran Stalingrad (1942 -1943) -- yang merupakan pukulan dahsyat bagi tentara Jerman.
Sosro mengaku masih ingat beberapa percakapannya dengan Poch yang diduga adalah Hitler. Poch selalu memuji-muji Hitler. Dia juga mengatakan tak ada pembunuhan di Auschwitz, kamp konsentrasi yang diyakini sebagai lokasi pembantaian orang-orang Yahudi.
"Saat saya bertanya soal kematian Hitler, dia mengatakan tak tahu. Sebab, saat itu situasi di Berlin dalam keadaan chaos. Semua orang berusaha menyelamatkan diri masing-masing," kata Sosrohusodo, seperti dimuat laman Militariana.
Sosro mengaku pernah memeriksa tangan kiri Poch yang selalu bergetar. Saat menanyakan kapan gejala ini mulai terjadi, Poch lalu bertanya pada istrinya yang lalu menjawab, "ini terjadi ketika Jerman kalah di pertempuran dekat Moskow. Saat itu Goebbels mengatakan padamu bahwa kau memukuli meja berkali-kali."
Goebbels yang disebut istri Poch diduga adalah Joseph Goebbe, menteri propaganda Jerman yang dikenal loyal dengan Hilter. Kata Sosro, istri Poch, yang diduga Eva Braun, beberapa kali memanggil suaminya 'Dolf', yang diduga kependekan dari Adolf Hitler.
Usai membaca artikel-artikel tersebut, Sosro mengaku menghubungi Sumbawa Besar. Dari sana, dia memperoleh informasi dr Poch meninggal di Surabaya.
Poch meninggal pada 15 Januari 1970 pukul 19.30 di Rumah Sakit Karang Menjangan Surabaya karena serangan jantung, dalam usia 81 tahun. Dia dimakamkan sehari kemudian di daerah Ngagel.
Sementara istrinya yang asal Jerman pulang ke tanah airnya, Poch diketahui menikah lagi dengan wanita Sunda asal Bandung berinisial S. Dia diketahui tinggal di Babakan Ciamis.
Setelah menutup mulut, S akhirnya memberi semua dokumen milik suaminya pada Sosro. termasuk foto perkawinan, surat izin mengemudi lengkap dengan sidik jari Poch.
Ada juga buku catatatan berisi nama-nama orang Jerman yang tinggal di beberapa negara, seperti Argentina, Italia, Pakistan, Afrika Selatan, dan Tibet. Juga beberapa tulisan tangan steno dalan bahasa Jerman
Buku catatan Poch berisi dua kode, J.R. KepaD No.35637 dan 35638, kode simbol lelaki dan perempuan.
"Ada kemungkinan buku catatatan dimiliki dua orang, Hitler dan Eva Braun," kata Sosro.
Ada juga tulisan yang diduga rute pelarian Hitler -- yakni B (Berlin), S (Salzburg), G (Graz), J (Jugoslavia), B (Belgrade), S (Sarajevo), R (Rome), sebelum dia ke Sumbawa Besar.
Istri kedua Poch, S juga menceritakan suatu hari dia melihat suaminya mencukur kumis dengan gaya mirip Hitler. Ketika dia bertanya, suaminya menjawab, "jangan bilang siapa-siapa."
Sosro mengaku tak ada maksud tersembunyi di balik pengakuannya. "Saya hanya ingin menunjukan Hitler meninggal di Indonesia," kata dia.
Hingga saat ini apakah Hitler tewas di bunker, di Argentina, Brazil, atau Indonesia, belum bisa dipastikan. Kisah akhir hayat 'sang Fuhrer' terus jadi misteri.
Baca juga: 1. Kesaksian Mantan Pasien Dokter Poch 'Hitler'
2. "dr Poch 'Hitler' Nikah Lagi dan Masuk Islam"
Madura Heboh, Muncul Nabi Wanita
Warga Sumenep, Madura digemparkan dengan pengakuan seorang wanita yang mengaku dirinya sebagai nabi. Wanita bernama Samawiyah (30), ini tinggal di Desa Angon Angon, Arjasa, Pulau Kangean.
Dalam ajaran yang disebarkan, Samawiyah meminta agar warga muslim tidak perlu naik haji, karena dalam dirinya telah ada ka'bah. Selain itu pengikutnya diwajibkan puasa seumur hidup.
Samawiyah yang lama ditinggal suaminya kerja di Malaysia ini sudah hampir satu tahun mengaku senagai nabi. Selama satu tahun berdakwah, dia berhasil merekrut pengikut sebanyak 18 sampai 25 orang.
Orang-orang yang menjadi pengikut Samawiyah ini mayoritas adalah keluarga terdekat dan orang yang sudah terpengaruh ajaran sesat tersebut. Bahkan, para pengikutnya juga sangat tunduk dan patuh.
Terbongkarnya adanya nabi dan ajaran nyleneh setelah warga Pulau Kangean resah dengan ajaran tersebut. Karena tidak ingin ajaran ini semakin meluas, warga pun melaporkannya ke kepala desa.
"Warga melaporkan ke saya. Lalu, diawasi dan baru ditindaklanjuti ke tingkat muspika," kata Kepala Desa Angon Angon, Moh Ridha, saat berbincang dengan detiksurabaya.com, Senin (22/2/2010).
Dalam ajaran yang disebarkan, Samawiyah meminta agar warga muslim tidak perlu naik haji, karena dalam dirinya telah ada ka'bah. Selain itu pengikutnya diwajibkan puasa seumur hidup.
Samawiyah yang lama ditinggal suaminya kerja di Malaysia ini sudah hampir satu tahun mengaku senagai nabi. Selama satu tahun berdakwah, dia berhasil merekrut pengikut sebanyak 18 sampai 25 orang.
Orang-orang yang menjadi pengikut Samawiyah ini mayoritas adalah keluarga terdekat dan orang yang sudah terpengaruh ajaran sesat tersebut. Bahkan, para pengikutnya juga sangat tunduk dan patuh.
Terbongkarnya adanya nabi dan ajaran nyleneh setelah warga Pulau Kangean resah dengan ajaran tersebut. Karena tidak ingin ajaran ini semakin meluas, warga pun melaporkannya ke kepala desa.
"Warga melaporkan ke saya. Lalu, diawasi dan baru ditindaklanjuti ke tingkat muspika," kata Kepala Desa Angon Angon, Moh Ridha, saat berbincang dengan detiksurabaya.com, Senin (22/2/2010).
Mey Chan Syok, Foto Bugil Beredar
JAKARTA - Beredar foto bugil seorang perempuan mirip personel Duo Maia, Mey Chan. Kabarnya, gara-gara foto tak senonoh itu, Mey Chan dipecat Maia Estianty.
"Ah, itu cuma gosip! Malahan Bunda (panggilan Maia) yang nyuruh aku segera klarifikasi. Bunda yang ngajarin aku, masak kasus kayak begini saja cemen (tidak berani)," ungkap Mey Chan, di Grand Indonesia, Jakarta Pusat, Sabtu (20/2/2010).
Lantaran beredar foto perempuan tanpa berbusana dengan wajah mirip dirinya, Mey Chan menjelaskan bahwa itu bukan dirinya. Itu perempuan Thailand yang sangat mirip wajahnya dengan Mey Chan.
"Aku saja enggak pernah foto-foto seksi. Aku pernah ditawari foto untuk majalah pria dewasa dan aku enggak mau," jelasnya.
Peredaran foto bugil tersebut membuat Mey Chan syok. Dia sempat kebingungan menghadapi masalah ini.
"Gara-gara foto aku pernah diwawancarai infotainment sampai empat jam, sampai aku pusing," imbuhnya.
Dahulu pernah beredar foto Mey Chan berciuman dengan pria bule. Kalau foto ciuman itu, Mey Chan mengaku. Foto ciuman itu dilakukan Mey Chan saat masih berusia 18 tahun dan belum tergabung dengan Duo Maia. Dia menjelaskan, saat foto itu tidak sendiri. Ada teman-temannya juga. (okz)
"Ah, itu cuma gosip! Malahan Bunda (panggilan Maia) yang nyuruh aku segera klarifikasi. Bunda yang ngajarin aku, masak kasus kayak begini saja cemen (tidak berani)," ungkap Mey Chan, di Grand Indonesia, Jakarta Pusat, Sabtu (20/2/2010).
Lantaran beredar foto perempuan tanpa berbusana dengan wajah mirip dirinya, Mey Chan menjelaskan bahwa itu bukan dirinya. Itu perempuan Thailand yang sangat mirip wajahnya dengan Mey Chan.
"Aku saja enggak pernah foto-foto seksi. Aku pernah ditawari foto untuk majalah pria dewasa dan aku enggak mau," jelasnya.
Peredaran foto bugil tersebut membuat Mey Chan syok. Dia sempat kebingungan menghadapi masalah ini.
"Gara-gara foto aku pernah diwawancarai infotainment sampai empat jam, sampai aku pusing," imbuhnya.
Dahulu pernah beredar foto Mey Chan berciuman dengan pria bule. Kalau foto ciuman itu, Mey Chan mengaku. Foto ciuman itu dilakukan Mey Chan saat masih berusia 18 tahun dan belum tergabung dengan Duo Maia. Dia menjelaskan, saat foto itu tidak sendiri. Ada teman-temannya juga. (okz)
Minggu, 21 Februari 2010
Aktivitas Lalu Lintas Samarinda Diintai 8 CCTV
SAMARINDA. Aktivitas warga Kota Tepian akan diintai dan direkam dengan menggunakan Closed Circuit TeleVision (CCTV). Pemkot Samarinda akan memasang CCTV ini di 8 titik yang dianggap strategis. Khususnya kawasan yang padat dengan kendaraan.
Proyek ini satu paket dengan pengadaan Automatic Control Traffic System (ACTS) atau sistem kontrol lalu lintas otomatis. "Sebenarnya pemasangan CCTV ini direncanakan sebelum Lebaran tadi. Namun mundur. Saya belum tabu jelas kapan pastinya akan selesai rampung," kata Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) Kota samarinda Supriady Semta kepada Sapos.Delapan CCTV itu nantinya akan dipasang di Jembatan Mahakam, persimpangan Muara, persimpangan Air Putih, persimpangan Air Hitam, persimpangan Mal Lembuswana, persimpangan SMPN 1, persimpangan Hotel Mesra dan persimpangan H Darjad.
"Alat-alatnya sudah ada, namun saya tidak tahu berapa besaran nilainya karena ditangani pejabat sebelumnya (Sulaiman Sade, Red) dan KPA (Kuasa Pemegang Anggaran)," imbuhnya.
Untuk mengoperasikannya, Supriady menyebutkan, disiapkan pula bangunan khusus untuk pusat operator CCTV dan ACTS yang berada di belakang kantor Dishub Kota, J1 MT Haryono. Bangunan itu telah dikerjakan sejak dua bulan lalu dan belum selesai.
Guna merealisasikan pemasangan 8 CCTV itu sendiri, dia menjelaskan tinggal menunggu bangunannya saja. "Kami pun masih menunggu kesiapan bangunan tersebut, sementara untuk alat-alatnya pun sudah ada," katanya.
Disinggung di bangunan tersebut tidak disertakan plang yang menjelaskan izin mendirikan bangunan (IMB) dan jumlah nilainya, Supriady mengatakan akan menanyakan kepada pegawainya yang mengurusi proyek tersebut.
"Saya akan beritahu untuk segera pasang plangnya," tuturnya.
Pemasangan CCTV dan ACTS yang digagas Sulaiman Sade, diakui Supriyadi sempat memerlukan dana besar. Untuk itu Sulaiman pemah mengusulkan dana tersebut sebesar Rp10 miliar.
"Untuk program ini menggunakan dana APBN, APBD Kaltim dan APBD Kota. Tapi yang cair hanya Rp3,5 miliar," papar Supriyadi.
Akses Facebook Gangguan
PARA penggemar Facebook di beberapa negara sempat kebingungan karena situs favorit mereka itu tak dapat diakses. Rupanya, memang sempat ada masalah di server Facebook.
Disadur dari Press Association, Minggu (21/2/2010), para anggota Facebook di Inggris Raya, Amerika Serikat, Meksiko, Thailand dan beberapa negara mulai komplain sukar mengakses Facebook sejak Sabtu waktu setempat.
Dalam keluhan yang antara lain disampaikan via situs mikroblogging Twitter itu, beberapa user lapor bahwa mereka kesulitan log in. Beberapa lagi merasakan akses ke situs yang sangat lambat.
Melalui juru bicaranya, Matt Hicks, pihak Facebook mengakui memang ada sedikit kerusakan di server. Namun menurutnya, persentase pengguna yang mengalami gangguan sangat sedikit. Sayangnya tak disebutkan user di negara mana saja yang tertimpa masalah itu.
Beruntung, teknisi Facebook dapat segera mengatasi persoalan yang terjadi sehingga saat ini akses ke situs tidak lagi sukar. Tak dijelaskan apa yang jadi penyebab masalah di server mereka.
Disadur dari Press Association, Minggu (21/2/2010), para anggota Facebook di Inggris Raya, Amerika Serikat, Meksiko, Thailand dan beberapa negara mulai komplain sukar mengakses Facebook sejak Sabtu waktu setempat.
Dalam keluhan yang antara lain disampaikan via situs mikroblogging Twitter itu, beberapa user lapor bahwa mereka kesulitan log in. Beberapa lagi merasakan akses ke situs yang sangat lambat.
Melalui juru bicaranya, Matt Hicks, pihak Facebook mengakui memang ada sedikit kerusakan di server. Namun menurutnya, persentase pengguna yang mengalami gangguan sangat sedikit. Sayangnya tak disebutkan user di negara mana saja yang tertimpa masalah itu.
Beruntung, teknisi Facebook dapat segera mengatasi persoalan yang terjadi sehingga saat ini akses ke situs tidak lagi sukar. Tak dijelaskan apa yang jadi penyebab masalah di server mereka.
Proyek ATCS Dishub Rp2,6 M
Proyek pengadaan (Automatic Traffic Light Control System (ATCS) atau sistem kontrol lalu lintas otomatis oleh Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Samarinda yang akan digunakan untuk mengawasi lalu lintas di Samarinda, menelan biaya Rp2,6 miliar. Itu belum termasuk pembangunan gedung untuk menyimpan peralatan elektronik yang lokasinya di belakang Kantor Dishub Jl MT Haryono, Samarinda Ulu, sehingga totalnya mencapai Rp2,8 miliar.
Kepala Dishub Kota Samarinda Supriady Semta menjelaskan, ada 8 CCTV yang nantinya akan dipasang di sejumlah titik seperti di Jembatan Mahakam dan sejumlah persimpangan. Diantaranya simpangan Muara, Air Putih, Air Hitam, Mal Lembuswana, SMPN 1, Hotel Mesra dan persimpangan H Darjad.
"Tinggal menunggu bangunannya saja yang diperkirakan pertengahan November mendatang sudah rampung," jelasnya.
Ditambahkan Kepala Bidang Lalu Lintas Angkutan Jalan (LLAJ) Agus Wahyudi, didampingi Kepala Seksi Lalu Lintas Hari Prabowo, tujuan pembangunan ATCS ini untuk memonitor kepadatan arus lalu lintas khususnya di 8 titik pemasangan CCTV. Sehingga Dishub lebih mudah melakukan kontrol.
"Kedepannya, kita hanya mengawasi kendaraan melalui visual yang berada di gedung pengendali. Bahkan, dalam pengawasan juga bisa disertai imbauan yang dapat didengar pengendara," kata Agus.
Pengendalian sistem arus lalu lintas ini juga sangat bermanfaat menghitung jumlah kendaraan yang melintas di 8 titik tersebut. Bila jumlah kendaraan sedikit atau sepi, maka traffic light dan countdown secara otomatis bisa mempercepat menunjukkan lampu berwarna hijau.
Sejauh ini lanjut Hari, proyek ATCS tersebut telah mencapai lebih 70 persen. Dengan komponen yang dikerjakan meliputi jaringan fiber optic 8 core, detektor, CCTV atau kamera. Proyek itu telah dilelang 8 Mei 2009 lalu. Kendati sempat menghadapi kendala anggaran yang kemudian mengakibatkan keterlambatan pengerjaan, dipastikan akan selesai pertengahan November nanti.
"Pemenang lelang adalah PT Manunggaling Rizki Karyatama Telmics, kontraktor dari Bandung dengan dana Rp2,6 miliar untuk pengadaan perangkat elektronik. Untuk bangunan gedung pengendali ditangani kontraktor lokal dengan dana Rp210 juta," tukasnya.
Kepala Seksi Sarana dan Prasarana P Chabib menambahkan, saat ini dua titik yang sudah siap dipasang kamera yakni Jembatan Mahakam dan Simpang Muara. Nantinya, komponen elektronik dari jaringan di dua titik ini akan dirangkai yang terpusat di gedung pengendali.
Langganan:
Postingan (Atom)